Tembang macapat merupakan tembang klasik asli Jawa yang oleh walisongo dijadikan salah satu metode da’wah pada waktu itu, desa Bedanten salah satunya memiliki aktor seniman tembang tembang macapat. kebudayaan ini disajikan sebagai sarana da’wah Islam dalam konteks lokalitasnya disebut sebagai macapat santri. Bukti menunjukkan bahwa teks-teks yang ditulis adalah ajaran Islam di dalamnya berisi bimbingan bagaimana menjalani kehidupan di dunia sebagai hamba, Manuskrip ini ditulis pada kertas daluwang ditulis dalam bahasa Jawa menggunakan aksara pegon. Bahasa Jawa yang digunakan cukup tua, di dalamnya kita masih menemukan kata-kata “iko”, “niro”, dan “tan”. Karakter penulisan pegon dalam manuskrip ini cukup tua. Yang menarik dari manuskrip ini adalah penggunaan tembang macapat untuk menjelaskan ajaran ilmu syari’at, ada yang menceritakan kisah para Nabi, dongeng para Penggede. Ditulis pada hari Jum’at Wage bulan Sofar tahun Jim Akhir.
Tradisi macapatan di Bedanten sudah tidak terdengar seperti jaman mbah buyut dulu dari kejauhan sayup-sayup terdengar suara macapat. Semakin dekat, irama tembang tersebut kian nyaring. Iramanya panjang, mendayu-dayu. Suara itu semakin jelas ketika diperdengarkan melalui corong yang berdiri diatas tiang bambu. Ada 11 tembang yang populer. Yakni, Pangkur, Maskumambang, Sinom, Asmaradana, Dhangdhanggula, Durma, Mijil, Kinanthi, Gambuh, Pucung, dan Megatruh. Masing-masing mengandung cengkok dan cerita yang berbeda-beda.
Mbah buyut MAR namanya dikenal dengan julukan MAR MOCO waktu itu dikenal sebagai seniman macapat di Bedanten. Di era seperti sekarang ini, tradisi tersebut sudah tidak pernah kita dengar. Padahal, macapat merupakan budayanya orang Bedanten sebagai penerus da’wah Sunan Giri dan generasi sesudahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar